Wakil Rektor II Universitas Adzkia, Senang Melayani dan Mempermudah Urusan Orang Lain

Thu, 02/03/2023

Ustadz Trinda Farhan Satria, M.T., begitulah namanya. Bagi mereka yang berasal dari Kabupaten Agam, sosok beliau mungkin tidaklah asing. Karena beliau pernah menjadi orang nomor dua di kabupaten tersebut. Saya biasa memanggilnya dengan panggilan ustadz. 

Sudah dua tahun lebih saya bekerja di bawah kepemimpinan, banyak hal yang dapat saya ambil pelajaran darinya:

1. Senang Melayani

Selama saya satu ruangan dengan beliau, tiap hari nampak dengan mata kepala saya langsung. Siapapun tamunya dilayani dengan baik.

Sebagai posisi Wakil Rektor II yang kesibukannya tentu sangat luar biasa, tetapi melayani mahasiswa tetap menjadi prioritas utama baginya. Baik dalam urusan kesulitan ekonomi maupun urusan bimbingan skripsi.

Suatu saat saya pernah melihat ada mahasiswa yang mengetuk pintu, tapi tidak masuk ke ruangannya. Beliaulah kemudian menuju ke pintu itu . Beliau membukakan pintu untuk mahasiswa itu dan mempersilahkan masuk.

Begitu pun dengan kami sebagai tim yang dipimpinnya. Beliau selalu berpesan, “utamakan pelayanan”, apalagi kita di swasta. Kami pun kapan ingin berkonsultasi, beliau selalu siap melayani, kadang selesai shalat, di jam istirahat pun beliau bisa berdiskusi.

Contoh yang sangat luar biasa, memang pengalaman dan kematangan akan semakin membuat seseorang itu rendah hati.

 2. Suka Mempermudah Urusan Orang Lain

Banyak hal yang saya rasakan dari kebijakan beliau tentang ini. Ketika izin pulang Ke Mentawai, apalagi kemarin izin belajar ke Malaysia, satu bulan lamanya.

Saya pikir dalam pengajuan surat izin, saya akan banyak ditanya. Namun, ternyata tidak, ketika surat saya ajukan langsung di tanda tangani, dan beliau berpesan, "Semoga urusannya lancar Pak Warlan."

Saya sungguh terharu. Malah ketika ada yang izin belajar atau cuti, beliau selalu berpesan, orang yang cuti/izin jangan diganggu, biarkan dia fokus urusannya, kita gantikan saja. Subhanallah.

3.  Cara Mengambil Keputusan

Ini salah satu cara beliau yang saya banyak belajar. Jika ada satu hal yang perlu diputuskan, beliau tidak serta merta untuk memutuskan, namun dihimpun semua sumber dan potensi yang ada terlebih dulu, dianalisanya, lalu diambil satu keputusan.

Bagi saya, ini mirip dengan konseling. Ketika saya tanya mengapa harus seperti itu, beliau jawab dengan simpel. "Supaya semua orang ikut merasa memiliki dan semua orang merasa ikut bertanggung jawab dengan keputusan itu”.

4. Tidak Pernah Marah-Marah

Biasanya kebanyakan pemimpin apabila stress, dia akan marah-marah kepada bawahannya. Dan melemparkan kesalahan itu kepada bawahannya. Namun, beliau tidak.

Lebih dua tahun, saya bekerja di bawah kepemimpinannya tidak pernah saya melihat beliau marah-marah, apalagi sampai mempermalukan orang di forum atau didepan orang banyak.

Beliau memang tidak suka marah-marah, namun sikap beliau tegas. Jika ada sesuatu yang penting, lalu kita lalai. Di situlah muncul ketegasan beliau, karena hal ini penting.

Bagi saya marah dan tegas itu beda dari segi efeknya. Marah-marah akan menggores hati orang yang dimarahi dan akan dikenang seumur hidup, bisa saja orang itu akan menyimpan rasa dendam, sedangkan regas akan membuat orang yang dimarahi itu segan dan menyadari kesalahannya.

Memang betul kata orang: padi semakin berisi akan semakin merunduk. Maka jangan bangga jika diri kita merasa sudah banyak ilmu dan bergelar, ternyata sikapmu tidak mencerminkan kebijaksanaan dalam dirimu.

Disadur dari laman Facebook Warlan Sukandar

Developed by Smart Campus Copyright 2024 Universitas Adzkia